Masyarakat Tembesi Merasa Dikhianati: Janji Legalitas Lahan Berujung Penggusuran

Batam24.com l Batam, 7 Maret 2025 – Ratusan warga Tembesi Sidomulyo yang sebelumnya dijanjikan legalitas lahan kini menghadapi kenyataan pahit. Pada awal tahun ini, tepatnya 5 Januari 2025, rumah-rumah mereka digusur oleh tim terpadu, meninggalkan banyak keluarga tanpa tempat tinggal yang jelas.
Warga yang sejak lama menempati lahan tersebut merasa telah menjadi korban janji-janji manis pihak berwenang. Sebelumnya, dalam pertemuan pada Juli 2023, Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, menjanjikan bahwa lahan tersebut akan dilegalkan dan diupayakan agar bisa ditempati secara sah oleh masyarakat. Namun, kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik dengan harapan warga.
Kekecewaan Warga
Salah satu warga, Suryati (45), mengungkapkan rasa kecewanya. "Kami dijanjikan legalitas, tapi yang kami dapat justru penggusuran. Kami tidak pernah menolak aturan, kami hanya ingin kepastian atas tempat tinggal kami," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Menurut warga lainnya, upaya mediasi yang disebutkan pemerintah tidak sepenuhnya berpihak kepada masyarakat kecil. Banyak yang merasa tidak memiliki pilihan selain menerima kompensasi yang dianggap tidak sepadan. "Kami butuh rumah, bukan sekadar janji. Relokasi ke tempat lain tidak mudah bagi kami yang sudah puluhan tahun tinggal di sini," ujar Syahrul, seorang kepala keluarga yang terkena dampak.
Penggusuran Berjalan Lancar, Tapi Meninggalkan Luka
Meskipun penggusuran berlangsung tanpa perlawanan besar, bukan berarti tidak ada luka yang ditinggalkan. Banyak warga masih bingung akan masa depan mereka. Beberapa keluarga memilih bertahan di sekitar lokasi dengan harapan ada kejelasan dari pemerintah, sementara lainnya menerima kompensasi meski dengan berat hati.
Pihak berwenang mengklaim bahwa relokasi telah dipersiapkan dengan matang, namun kenyataan di lapangan menunjukkan banyak warga yang belum siap berpindah karena alasan ekonomi dan sosial.
Tuntutan Masyarakat
Kini, masyarakat menuntut kejelasan lebih lanjut dari pemerintah dan pihak terkait. Mereka meminta realisasi janji legalitas lahan yang telah disampaikan sebelumnya. "Kami hanya ingin keadilan. Kalau memang tanah ini tidak bisa kami tempati, kenapa dulu kami dijanjikan sesuatu yang berbeda?" ujar Panji S. Lingga, tokoh masyarakat setempat.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa permasalahan tanah di Batam masih menjadi isu sensitif yang perlu diselesaikan dengan pendekatan yang lebih manusiawi. Warga berharap ada solusi yang benar-benar berpihak kepada mereka, bukan hanya keputusan yang menguntungkan pihak tertentu.
Seiring waktu, masyarakat Tembesi masih menanti jawaban: Apakah janji-janji yang dulu disampaikan hanya sekadar kata-kata, atau masih ada harapan bagi mereka untuk mendapatkan hak atas tempat tinggal yang telah mereka huni bertahun-tahun?
(Rara)