Ratu Kencono Wungu: Pemimpin Perempuan Terakhir Kerajaan Majapahit

Ratu Kencono Wungu: Pemimpin Perempuan Terakhir Kerajaan Majapahit
Foto Ratu Kencono Wungu.

Batam24.com l Sepanjang berdirinya Kerajaan Majapahit, tercatat ada dua raja perempuan yang berkuasa. Salah satunya adalah Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350), putri dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. Di akhir kekuasaan Majapahit, seorang perempuan lain yang dikenal adalah Dyah Suhita atau Ratu Kencono Wungu. Ratu Kencono Wungu merupakan pemimpin perempuan terakhir yang memerintah di Kerajaan Majapahit.

 Asal-usul Dyah Suhita

Menurut NJ. Krom, Ratu Suhita atau Dyah Suhita adalah putri dari Bhre Wirabhumi. Namun, Kitab Pararaton menyatakan bahwa Dyah Suhita adalah cucu dari Bhre Wirabhumi. Selain itu, ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa Dyah Suhita adalah putri dari penguasa kelima Majapahit, Wikramawardhana (1389-1429), dari selirnya. Beberapa pendapat juga menyatakan bahwa Dyah Suhita adalah anak Wikramawardhana dengan Kusumawardhani, atau dari pernikahannya dengan putri kakak iparnya sekaligus musuhnya. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai asal-usulnya, Dyah Suhita menikah dengan Aji Ratnapangkaja, seorang pimpinan militer yang berperan dalam Perang Paregreg (1404-1406) melawan Bhre Wirabhumi dari Blambangan.

Menjadi Ratu Majapahit

Setelah Bhre Wirabhumi kalah dalam Perang Paregreg dan terbunuh pada 1406, Wikramawardhana memimpin Majapahit hingga 1429. Sepeninggal Wikramawardhana, terjadi kebingungan mengenai siapa yang berhak memimpin Majapahit. Kitab Pararaton menyebutkan bahwa Wikramawardhana menunjuk anaknya dari Kusumawardhani, yaitu Rajakusuma atau Hyang Wekasing Putra, sebagai penerusnya. Namun, Hyang Wekasing Putra meninggal muda, begitu juga dengan putra Wikramawardhana dari selirnya, Bhre Tumapel. Akhirnya, Dyah Suhita yang merupakan keturunan tersisa, ditunjuk sebagai pemimpin Majapahit karena lebih tua dari Bhre Kertawijaya. Dyah Suhita dilantik menjadi Ratu Majapahit pada 1429, dan ada yang mengatakan bahwa Dyah Suhita adalah orang yang sama dengan Ratu Kencana Wungu.

Bersama suaminya, Aji Ratnapangkaja yang bergelar Bhatara Parameswara, Dyah Suhita memerintah Majapahit dari 1429 hingga 1447. Selama kepemimpinannya, Dyah Suhita berusaha menghidupkan kembali kearifan lokal yang terabaikan karena polemik politik. Selain itu, di era Dyah Suhita, kekuasaan atas Nusantara secara bertahap kembali ke Majapahit. Dyah Suhita juga mendirikan bangunan pemujaan di berbagai lereng gunung sebagai punden berundak, seperti di Gunung Penanggungan dan Gunung Lawu.

 Meninggalnya Dyah Suhita

Dyah Suhita memerintah Majapahit selama 18 tahun hingga meninggal pada 1447. Suaminya, Aji Ratnapangkaja, meninggal 10 tahun sebelumnya, pada 1437. Setelah Dyah Suhita meninggal, Majapahit dipimpin oleh adiknya, Bhre Kertawijaya, yang dikenal dengan nama Brawijaya. Hal ini terjadi karena Dyah Suhita dan Aji Ratnapangkaja tidak memiliki keturunan. Dyah Suhita menjadi perempuan kedua dan terakhir yang memimpin Majapahit, setelah Tribhuwana Tunggadewi yang memerintah dari tahun 1328 hingga 1350.

 Refleksi Sejarah

Jauh sebelum kedatangan Portugis dan Belanda, bangsa Indonesia sudah memiliki peradaban yang maju dan tinggal di rumah-rumah mewah, yang bisa berupa candi atau bangunan megah lainnya. Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebenarnya sudah memiliki peradaban yang tinggi sejak zaman dahulu kala. Sejarah ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sudah bangun dan siap sejak masa lalu, dengan warisan budaya dan kepemimpinan yang kuat, termasuk kepemimpinan perempuan yang berperan signifikan dalam sejarah seperti Ratu Kencono Wungu.

(Rara)